Sabtu, 29 Mei 2010

MAKNA DAN MEMAHAMI KALENDER HIJRIYAH

1. BULAN MUHARRAM (30 HARI) :
Muharram artinya “Yang diharamkan”. Pada bulan ini dipantangkan berperang dikalangan orang Arab. Namun halangan ini telah diabut dengan turunnya QS. Al. Baqarah : 191.

2. SHAFAR (29HARI) :
Shafar artinya “Kosong”. Pada bulan ini para Pria Arab pergi berperang, berdagang, dan juga mengembara, sehingga rumah-rumah mereka kosong dari pria.

3. RABI’UL AWAL (30 HARI) :
Rabi’ul Awal Artinya “menetap pertama”. Para pria yang sebelumnya meninggalkan rumah, kini mulai kembali kerumah masing-masing,

4. RABI’UL AKHIR (29 HARI) :
Rabi’ulakhir artinya “menetap yang penghabisan”. Pria yang pergi pada tahap penghabisan semua telah kembali kerumah.

5. JUMADIL AWWAL (30 HARI) :
Jumadil Awal artinya “Kering yang pertama”. Pada bulan ini orang Arab tempo dahulu umumnya mengalami masa kekeringan air.

6. JUMADIL AKHIR (29HARI) :
Jumadil Akhir artinya “kering yang terakhir”. Pada bulan ini orang Arab mengalami musim kering yang terakhir.

7. RAJAB (30 HARI) :
Rajab artinya “mulia”. Orang Arab dahulu begitu memuliakan bulan ini dengan menyembeli fara’ pada tanggal 1 Rajab, dan menyembeli ‘Atirah’ pada tgl 10 Rajab,

8. SYA’BAN (29 HARI) :
Sya’ban artinya : “berserak-serak”. Pada bulan ini orang Arab umumnya bertebaran berserak-serak mencari air ke lembah-lembah dan oase dikarenakan mereka kesulitan air.

9. RAMADHAN (30 HARI) :
Ramadhan artinya “Panas yang sangat terik”. Dianamakan demikian karena cuaca ketika itu di Jazirah Arab sangat panas sekali. Orang yang berjalan kaki tanpa alas kakinya seakan terbakar.

10. SYAWAL ( 29 HARI ) :
Syawal artinya “naik atau peningkatan”. Pada bulan ini bila orang Arab akan menaiki Untanya, lalu ia teouk punggung unta tersebut dan seketika ekor unta naik. Hal itu tidak perna terjadi pada bulan lainnya,

11. DZUL-QA’IDAH (30 HARI) :
Dzul-qa’idah artinya “yang empunya duduk”. Pada bulan ini semua pria duduk-duduk dirumah, tidak seorangpun dari mereka yang pergi musafir atau meninggalkan rumah kediaman mereka.

12. DZUL-HIJJAH (29 HARI) :
Dzul-hijjah artinya “yang empunya haji”. Pada bulan ii umat manusia sejak zaman nabi Adam hingga sa’at ini menunaikan ibadah haji ke Baitullah.

Ditulis oleh : Mahfuzah, S. Ag

Jumat, 25 Desember 2009

Ucapan Selamat Natal dan Umat Islam Indonesia

Sejak 1980-an tiap hari raya Natal ada keganjilan di masyarakat Indonesia. Hampir setiap pejabat publik, presiden, gubernur, menteri, dan lain-lain yang agamanya Islam terlihat mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani.

Bahkan tidak sedikit di antara para pejabat publik tersebut menghadiri perayaan Natal. Amien Rais yang sering dikelompokkan sebagai seorang tokoh muslim militan yang anti-Natal, misalnya, ketika menjabat ketua MPR sering terlihat menghadiri acara-acara Natal dan berbicara akrab dengan para pendeta dan pastor. Sikap Amien Rais ini semakin jelas ketika mencalonkan diri jadi presiden RI pada 2004. Amien Rais sering hadir dalam acara-acara yang diadakan umat Kristiani, baik itu di acara Natal, Paskah, maupun lainnya. Amien juga sering terlihat berada dalam lingkaran para pemimpin Kristiani.

Tidak demikian halnya dengan Hidayat Nur Wahid ketika menjadi ketua MPR. Hidayat, belum pernah terlihat muncul dalam acara Natal. Hidayat tampaknya konsisten terhadap ”larangan” mengucapkan Natal–apalagi menghadiri—acara perayaan Natal. Hidayat rupanya termasuk tokoh yang patuh terhadap fatwa MUI yang melarang umat Islam merayakan Natal. Bagi MUI, umat Islam yang ikut merayakan Natal, bahkan mengucapkan selamat Hari Raya Natal pun hukumnya haram karena merusak akidah. Merayakan dan mengucapkan selamat Natal, bagi MUI, sama artinya dengan mendukung keimanan umat Kristiani bahwa Isa (Yesus) adalah Tuhan.

Padahal bagi umat Islam, Isa Al-Masih seorang rasul Allah yang kedudukannya sama dengan rasul lain. Kenapa Amien dan Hidayat– untuk melihat dua ikon tokoh Islam yang berasal dari ”rumah” yang sama, Muhammadiyah–mempunyai perbedaan sikap? Mungkin karena Amien adalah tokoh muslim yang meski dibesarkan oleh Muhammadiyah (yang awalnya berbau wahabisme), tapi mengenyam pendidikan sekuler di UGM Yogyakarta dan Chicago University, AS. Sedangkan Hidayat, yang juga orang Muhammadiyah, besar dengan pendidikan di IAIN Yogyakarta dan Universitas Islam Madinah, Arab Saudi.

Latar belakang inilah barangkali yang membedakan sikap Amien dan Hidayat dalam memandang Natal dan umat Kristen. Amien, meski dikenal seorang muslim militan–sama dengan Hidayat–tapi bisa menghayati makna pluralisme dalam kehidupan beragama dan bernegara. Jika pun Muhammadiyah disebut-sebut aliran yang mengadopsi wahabisme, tapi belakangan Muhammadiyah kelihatan makin condong ke ahlus-sunnah waljamaah.

Bahkan di kalangan muda Muhammadiyah–seperti ditunjukkan dalam aktivitas Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM), pola-pola wahabisme (yang puritan dan anti-Natal) mulai dijauhi. Sikap Muhammadiyah ini– sebagaimana dikatakan AM Hendropriyono, mantan Kepala Badan Intelijen Nasional, dalam Terorisme: Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam (2009)–sangat positif bagi perkembangan kehidupan beragama di Indonesia.

Wahabisme dan Natal

Wahabisme adalah paham dan gerakan Islam yang didirikan Muhammad bin Abdul Wahab di abad ke-18. Abdul Wahab disebut-sebut sebagai founding fathers Kerajaan Arab Saudi. Paham ini mengembangkan puritanisme, militanisme, dan ekstremisme.

Menurut wahabisme, umat Islam saat ini telah menyimpang dari ajaran Islam yang murni, sehingga diperlukan gerakan untuk memurnikannya dengan jalan kembali kepada Alquran dan hadis. Pernyataan bahwa umat Islam harus kembali kepada Alquran dan hadis memang tidak ada yang salah, sebab keduanya merupakan sumber primer dalam Islam. Tapi slogan tersebut menjadi masalah karena dimodifikasi sedemikian rupa untuk membentuk sebuah nalar keagamaan yang bersifat puritan absolut. Wahabisme menganggap hanya doktrinnyalah yang benar, yang lain salah dan kafir.

Wahabisme menolak tasawuf, tawassul, rasionalisme, dan pandangan lain yang dianggap tidak berasal dari Islam. Dalam melakukan misinya, wahabisme menggunakan istilah bidah, bagi perbuatan-perbuatan dan sikap-sikap yang tidak ada padanannya dalam Alquran dan sunah Nabi Muhammad. Siapa pun yang melakukan, berbuat dan bersikap seperti itu, dia telah melakukan bidah, dan setiap bidah adalah sesat. Lebih jauh lagi, wahabisme tidak hanya menganggap bidah terhadap orang-orang non-Islam, tapi juga menganggap salah terhadap ulama-ulama lain yang pandangannya bertentangan dengannya.

Tidak hanya ajaran tasawuf yang dianggap bidah, ajaran-ajaran lain yang menyimpang dari doktrin wahabisme pun dianggap bidah (Misrawi, 2009). Jika di Arab Saudi ada ulama terkenal, Imam Fakhruddin al-Razi, yang dianggap sesat; di Indonesia pun Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid serta orang-orang yang mempunyai pandangan keislaman yang sama dengan keduanya dianggap sesat. Kaum wahabi terkenal sangat anti terhadap orang-orang non-Islam (kafir). Salah satu fatwanya, jangan berteman dengan orang-orang kafir dan mengikuti kebiasaan mereka.

Orang-orang Islam yang berteman dan mengikuti kebiasaan orang-orang kafir sudah termasuk kafir, bahkan lebih buruk dari orang kafir itu sendiri. Dari poin seperti inilah, kemudian muncul fatwa larangan merayakan Natal dan mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani. Merayakan Natal dan saling mengucapkan selamat Natal, menurut pandangan Wahabisme, adalah kebiasaan orang-orang kafir yang sesat. Pandangan ini jelas sangat mengganggu toleransi antarumat beragama dan meruntuhkan sendi-sendi pluralisme yang membentuk kehidupan modern.

Wahabisme menihilkan ayat Alquran surat Ali Imran ayat 113–114 ini, ”Di antara orang-orang ahli kitab terdapat umat yang bangun di tengah malam membaca ayat-ayat Tuhan dan mereka bersujud kepada Tuhan. Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, serta berlomba-lomba dalam kebaikan, dan mereka adalah orang-orang yang saleh. Nabi Muhammad pernah bersabda, ”Orang Islam yang paling baik adalah yang menebar salam perdamaian dan memberikan makanan, baik kepada orang yang dikenal maupun tidak.”

Alquran dan hadis tersebut jelas jauh dari paradigma wahabisme. Wahabisme melihat sesuatu dengan sikap hitam dan putih; kawan dan lawan. Pandangan inilah yang akhirnya memunculkan benih-benih terorisme. Hampir semua organisasi yang mengusung terorisme, ideologi dasarnya–meminjam tesis AM Hendropriyono–berasal dari wahabisme itu tadi. Ciri-ciri wahabisme, misalnya, bisa tercium dari ceramah dan buku-buku Imam Samudera dan Abu Bakar Ba’asyir. Setelah menyadari ”ancaman” terorisme yang muncul dari ideologi wahabisme ini, Pemerintah Arab Saudi, yang semula sangat mendukung perkembangan wahabisme, kini mulai ”berpikir lain”.

Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz, misalnya, kini mulai bersikap terbuka dan mau berkunjung ke Vatikan. Anehnya pula, keamanan Arab Saudi pun kini sangat tergantung dari keberadaan tentara-tentara AS. Kekerasan dan ekstremisme wahabisme kini tampaknya mulai membahayakan ”tuannya” sendiri, sehingga perlu dijaga oleh tentara AS. Benar-benar sebuah dilema yang unik. Padahal semua itu adalah konsekuensi hukum alam belaka: siapa yang memelihara macan, jiwanya pun akan terancam terkaman macan itu sendiri.

Dari perspektif inilah, kita– kaum muslim Indonesia–hendaknya mulai mengkaji kembali fatwa larangan merayakan Natal dan mengucapkan selamat Natal. Fatwa tersebut jelas tidak relevan dan mengganggu terwujudnya kerukunan beragama di negara yang penduduknya sangat plural seperti Indonesia. Para ulama Indonesia yang mengharamkan memberikan ucapan selamat Natal hendaknya melihat bagaimana ulama-ulama besar Al-Azhar di Mesir dan Iran. Mereka, tidak hanya memberikan ucapan selamat Natal kepada warga Kristiani di negaranya, tapi juga biasa ikut merayakan Natal di gereja.

Sri Paus, misalnya, pernah mengakui bahwa orang pertama di dunia yang mengucapkan selamat Natal tiap tahun kepadanya adalah Ayatullah Ruhullah Khomeini. Ulama besar Mesir, Sayyid Muhammad Thanthawi, tak hanya membolehkan seorang muslim turut merayakan Hari Raya Natal, tapi juga menghadiri undangan Natal umat Kristen (Koptik) di gereja-gereja di sana. Itulah Islam yang penuh toleransi dan rahmat. Selamat Natal, semoga Tuhan memberkahi kita semua!(*)

M Bambang Pranowo
Guru Besar Sosiologi Agama UIN Jakarta

Kamis, 10 Desember 2009

M KAKA SANGAT MENENTUKAN PS FKKUA

Teluk Kuantan, 10 Des 2009
Pertandingan sepak bola uji coba PS FKKUA Kuansing melawan PS Kandepag Kuansing berakhir dengan Draw. Pada pada menit ke 3 Babak pertama PS kandepag berhasil meng Golkan gawang Jepitoy dan menjelang turun minum kedudukan dimenangkan oleh PS Kandepag dengan scor 3: 1.
Pada babak kedua, dengan srategi yg diatur oleh Tim Manejer T. TOTTI yang semula M. KAKA ditempatkan di posisi Back, sekarang dengan posisi penyerang depan bersama T TOTTI dan WAN. Pada babak kedua ini PS FKKUA semakin percaya diri dengan tendangan dari jarak 15 meter EE berhasil membobol gawang PS Kandepag yang dijaga oleh Rendra akhirnya kedudukan berubah menjadi 3:2. Dengan demikian PS KKUA masih tertinggal oleh PS Kandepag yang nota benenya pemainnya masih muda-muda kalau dibandingkan dengan pemain PSKKUA yang umurnya agak tua yang diiringi dengan perut gendut seperti B SALOSA yang sering terengah-engah karena kecapean.
Akhirnya dengan strategi yang cukup matang yang dilancarkan oleh PSKKUA semakin membingungkan penjaga gawang H. Sandi. Pada menit-menit terakhir M KAKA dengan gayanya tempo kecil dulu dengan leluasa menguasai sikulit bundar dengan dekat saja M KAKA berhasil membobol jaring H. Sandi. PSKKUA pun bersorak sorai, hidup KAKA...,Hidup KAKA, walaupun tak ada yang menyalami M KAKA tapi tetap bangga, karena telah menentukan keberhasilan FKKUA. Hal ini dilaksanakan memperingati dalam rangka Hari Amal Bakti (HAB) Depag tgl 3 Januari 2010 mendatang. (ck)

Senin, 24 Agustus 2009

10 POHON RAMADHAN

Pohon Ramadhan
Fiqih Islam
21/8/2009 | 28 Sya'ban 1430 H | Hits: 3,580
Oleh: Ulis Tofa, Lc
Kirim Print
kaca sahara

Ilustrasi, Pohon Ramadhan

Ibarat sebuah tanaman, maka amaliyah Ramadhan adalah pohonnya. Mediumnya adalah bulan Ramadhan. Pohon apa yang kita tanam di medium Ramadhan, itulah yang akan kita petik, itulah yang akan kita nikmati. Karena “siapa menanam dia yang menuai”.

Pertanyaannya; Pohon apa saja yang perlu kita tanam di bulan suci ini?

Paling tidak ada 10 pohon Ramadhan yang mesti kita tanam di medium bulan Ramadhan ini:

Pohon pertama, shaum. Tidak sekedar menahan hal yang membatalkan shaum –makan, minum dan berhubungan biologis- dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari saja. Karena, kalau hanya sekedar menahan yang demikian, boleh jadi anak kecil, usia SD bisa melakukannya. Betapa anak-anak kita sudah belajar shaum semenjak dibangku sekolah bukan?

Nah, kalau demikian, apa bedanya shaumnya kita dengan mereka?

Harus ada nilai lebih, yaitu menjaga dari yang membatalkan nilai dan pahala shaum.

Apa yang membatalkan nilai shaum. Di antaranya bohong, ghibah, namimah, mengumpat, hasud dan penyakit hati lainnya. Dengan demikian, mata, telinga, lisan, tangan, kaki dan anggota badan kita ikut serta shaum.

“Betapa banyak orang yang shaum, tidak mendapatkan sesuatu kecuali hanya rasa lapar dan dahaga semata.” Begitu penegasan Rasulullah saw.

Pohon kedua, sahur. Sahur tidak pengganti sarapan pagi, bukan juga penambah makan malam. Namun sahur yang penuh berkah, yang dilakukan diakhir jelang waktu fajar. Di sinilah waktu-waktu yang sangat mahal, doa dikabulkan, permintaan dipenuhi. Sehingga ketika melaksanakan sahur tidak tidak sambil nonton hiburan, tayangan yang melenakan, oleh media elektronik. Sibukkan diri dan keluarga kita dengan mensyukuri nikmat Allah dengan bersama-sama melaksanakan sunnah sahur ini dengan penuh hikmat dan kekeluargaan.

“Sahurlah, karena dalam sahur itu ada keberkahan.” Begitu sabda Rasulullah saw. mengajarkan.

Pohon ketiga, ifthar. Buka puasa. Sunnah buka puasa itu disegerakan. Ketika dengar kumandang adzan Maghrib, segera lakukan buka puasa. Jangan tunda, jangan sok kuat, nanti bakda tarawih saja, bukan.

Dengan apa kita ifthar? Sunnahnya dengan ruthab atau kurma muda. Berapa biji? Bilangan ganjil satu atau tiga biji. Kalau tidak ada, seteguk air putih. Itu yang dilakukan Rasulullah saw. bukan dengan memakan aneka hidangan, ragam makanan, bukan. Dan Rasulullah saw. pun baru makan besar setelah shalat tarawih.

Ifthar bukan ajang balas dendam, seharian manahan lapar, ketika bedug Maghrib, seakan ingin melampiaskan rasa laparnya dengan memakan semua yang ada. Perilaku ini tentu tidak akan membawa dampak perubahan dalam kehidupan pelakunya. Justeru dengan berlapar-lapar sambil merenungkan hikmah shaum dan menjadi bukti kesyukuran adalah sebagian dari target berpuasa. Sehingga dengan sadar dan hikmat kita berdoa saat berbuka:

“Yaa Allah, kepada-Mu aku shaum, dengan rizki-Mu aku berbuka, telah hilang rasa haus-dahagaku, kerongkongan telah basah, karena itu tetapkan pahala bagiku, insya Allah.”

Pohon keempat, tarawih. Tarawih berasal dari akar kata “raaha-yaruuhu-raahatan-watarwiihatan- yang artinya rehat, istirahat, santai. Sehingga shalat tarawih adalah shalat yang dilaksanakan dengan thuma’ninah, santai, khusyu’ dan penuh penghayatan, bukan hanya sekedar mengejar target bilangan rekaatnya saja, mau delapan, dua puluh, empat puluh, silahkan dikerjakan, asal memperhatikan rukun, wajib, dan sunnah shalat.

Kalau kita disuruh memilih, apakah shalat tarawih di masjid yang dalamnya dibaca “idzaa jaa’a nashrullahi wal fathu” atau shalat tarawih di masjid yang baca “idzaa jaa’akal munaafiquna qaaluu nasyhadu innaka larasuuluh…” Pilih mana?

Kita tidak dalam posisi membandingkan surat yang dibaca, semua adalah surat dalam Al-Qur’an, namun kita ingin membandingkan sikap kita, apa kita pilih yang panjang-panjang namun khusyu’ atau pilih yang pendek-pendek namun secepat kilat.

Umat muslim harus berani mengevaluasi diri dalam hal pelaksanaan shalat tarawih ini. Sebab, sudah kesekian kali kita melaksanakan shalat tarawih dalam hidup kita, namun kita belum bisa meresapi, merenungkan dan mendapatkan manisnya shalat, bermunajat kepada Allah swt. secara langsung.

Bukankah Rasulullah saw. meneladankan kepada kita, bahwa beliau shalat tarawih, di reka’at pertama setelah beliau membaca surat Al-Fatihah, beliau membaca surat Al-Baqarah sampai selesai, para sahabat mengira beliau akan ruku’, namun beliau melanjutkan membaca surat An-Nisa’ sampai selesai, para sahabat kembali mengira beliau akan ruku’, namun kembali beliau membaca surat Ali-Imran sampai selesai, baru beliau ruku’. Sedangkan ruku’, i’tidal dan sujud beliau lamanya seperti beliau berdiri rekaat pertama. Subhanallah!

Tentu kita tidak sekuat Rasulullah saw. namun yang kita teladani dari beliau adalah pelaksanaannya, dengan cara yang thuma’ninah, khusyu’ dan penuh tadabbur.

Pohon kelima, tilawatul Qur’an. Membaca Al-Qur’an. Atau yang populer adalah tadarus Al-Qur’an. Tadarus tidak hanya dilakukan di bulan suci ini, juga dilakukan setiap hari di luar Ramadhan, namun pada bulan suci ini tadarus lebih dikuatkan, ditambahkan kuantitas dan kualitasnya. Setiap malam, Rasulullah saw. bergantian bertadarus dan mengkhatamkan Al-Qur’an dengan malaikat Jibril.

Imam Malik, ketika memasuki bulan suci Ramadhan meninggalkan semua aktivitas keilmuan atau memberi fatwa. Semua ia tinggalkan hanya untuk mengisi waktu Ramadhannya dengan tadarus.

Imam Asy-Syafi’i, si-empunya madzhab yang diikuti di negeri ini, ketika masuk bulan Ramadhan ia mengkhatamkan Al-Qur’an sehari dua kali, sehingga beliau khatam Al-Qur’an 60 kali selama sebulan penuh. Subhanallah!

Kita tidak perlu mendebat, apakah itu mungkin? Bagaimana caranya beliau bisa melakukan hal itu? Esensi yang jauh lebih penting adalah, semangat dan mujahadah yang kuat itulah yang mesti kita miliki dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an.

Pohon keenam, ith’aamul ifthor. Memberi berbuka puasa. Jangan diremehkan memberi berbuka puasa kepada orang yang berpuasa, baik langsung maupun lewat masjid. Walau hanya satu butir kurma, satu teguk air, makanan, minuman dan lainnya. Sebab, nilai dan pahalanya sama seperti orang yang berpuasa yang kita kasih berbuka itu. Di negara-negara Timur-Tengah, tradisi dan sunnah memberi buka puasa ini sangat kental. Hampir-hampir setiap rumah membuka pintu selebar-lebarnya bagi para kerabat, musafir, tetangga, sahabat, untuk berbuka bersama dengan mereka.

Kita jadikan memberi buka bersama ini sebagai sarana menebar kepedulian, kekeluargaan, keakraban, dengan sesama, lebih lagi sebagai sarana fastabiqul khairat.

Pohon ketujuh, i’tikaf. Melaksanakan i’tikaf 10 hari akhir Ramadhan. Inilah amalan sunnah muakkadah yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah saw. semasa hidupnya. Lebih dari 8 atau 9 kali beliau beri’tikaf di bulan suci ini, bahkan di tahun di mana beliau meninggal, beliau beri’tikaf 20 hari akhir Ramadhan. Beliau membangunkan istri-sitrinya, kerabatnya untuk menghidupkan malam-malam mulia dan mahal ini. (baca i’tikaf)

Pohon kedelapan, taharri lailatail qadar. Memburu lailatul qadar. Usia rata-rata umat Muhammad adalah 60 tahun, jika lebih, itu kira-kira bonus dari Allah swt. Namun usia yang relatif pendek itu bisa menyamai nilai dan makna usia umat-umat terdahulu yang bilangan umur mereka ratusan bahkan ribuan tahun. Bagaimana caranya? Ya, dengan cara memburu lailatul qadar, sebab orang yang meraih lailatul qadar dalam kondisi beribadah kepada Allah swt., berarti ia telah berbuat kebaikan sepanjang 1000 bulan atau 84 tahun 3 bulan penuh. Jika kita meraih lailatul qadar sekali, dua kali, tiga kali, dan seterusnya, maka nilai usia dan ibadah kita bisa menyamai umat-umat terdahulu.

Rahasia inilah yang di yaumil akhir kelak, umat Muhammad saw. dibangkitan dari alam kubur terlebih dahulu, dihisab terlebih dahulu, dimasukkan ke surga terlebih dahulu, dan juga dimasukkan ke neraka terlebih dahulu, waliyadzu billah.

“Pada bulan ini ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, siapa yang terhalang dari kebaikannya berarti ia telah benar-benar terhalang dari kebaikan.” (H.R. Ahmad)

Pohon kesembilan, umroh. Melaksanakan ibadah umroh dibulan suci Ramadhan, terutama 10 akhir Ramadhan. Sebab melaksanakan umroh di bulan suci ini seperti malaksanakan ibadah haji atau ibadah haji bersama Rasulullah saw.

“Umrah di bulan Ramadhan sebanding dengan haji.” Dalam riwayat yang lain: “Sebanding haji bersamaku.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pohon kesepuluh, menunaikan ZISWAF, yaitu mengeluarkan zakat, infaq, sedekah dan wakaf. ZISWAF adalah merupakan ibadah maaliyah ijtima’iyyah, ibadah yang terkait dengan harta dan berdampak pada manfaat sosial. Mengeluarkan ZISWAF tidak hanya bulan suci Ramadhan, kecuali zakat fitrah yang memang harus dikeluarkan sebelum shalat iedul fitri, sedangkan zakat-zakat yang lain, sedekah dan infaq dilakukan kapan saja dan di mana saja, namun karena bulan Ramadhan menjanjikan kebaikan berlipat, biasanya kesempatan ini tidak disia-siakan umat muslim, sehingga umat muslim berbondong-bondong menunjukkan kepeduliannya dengan berZISWAF. Tentu dilakukan dengan baik, benar dan tidak memakan korban. Lebih baik lagi jika disalurkan lewat Lembaga Amil Zakat yang memang mengelola dana-dana umat ini sepanjang hari, tidak hanya tahunan.

Berbicara tentang potensi ZISWAF di negeri ini sangatlah besar jumlah, setiap tahunnya potensi ZISWAF itu 19, 3 Trilyun Rupiah. Subhanallah, dana yang tidak sedikit yang jika bisa digali, diberdayakan, maka ekonomi umat Islam akan lebih baik.

Inilah 10 pohon Ramadhan, “Siapa menanamnya ia akan menuai”, biidznillah. Allahu a’lam

Kamis, 28 Mei 2009

HUKUM ITU DINAMIS

Teluk Kuantan,
Dengan semakin banyaknya Undang-Undang serta Peraturan Pemerintah atau Peraturan Daerah (Perda)yang merupakan suatu sistem yang berlaku dinegara dengan manfa'at untuk kebaikan warga negara atau rakyat indonesia, makanya hukum itu dinamis yang perlu dipahami dan disadari oleh masyarakat kita. Demikian disampaikan Kabag Hukum Setda Kantor Bupati Kuantan Singingi Muhjelan Arwan. SH, MH, pada acara Penyuluhan Hukum Terpadu di Aula Kantor Camat Kuantan Tengah, kamis, 28/05/09. Hadir pada kesempatan itu Camat Kuantan Tengah yang diwakili Sekcam Drs Yulpides, Nara Sumber dari Istansi dan dinas terkait, dari BPN menyampaikan tentang Pertanahan, dari KPPT tentang Proses dan prosedur Perizinan di kab. Kuansing serta Ka. KUA Kec. Kuantan Tengah H. Armadis, S. Ag yang menyampaikan Penjelasan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta Kompilasi Hukum Islam (KHI), Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
Setelah masing-masing menyampaikan presentasinya kepada 39 orang peserta yang hadir diantaranya ada beberapa orang Kepala Desa, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda Tokoh Wanita dan dari unsur Ormas lainnya, langsung diadakan tanya jawab.
Pada Kesempatan Tersebut juga berhasil dibentuk Keluarga Sadar Hukum (Kadarkum) Kec. Kuantan Tengah yang terpilih sebagai Ketua adalah Dedi Damhuri, SH (Kades Sawah Teluk Kuantan), Wakil Ketua Edison (kades Jaya Kopah) Sekretaris Budi Asrianto, S.Sos, M. Si (Staf Kantor Camat Kuantan Tengah dan semua peserta yang hadir sebagai anggota.
Berdasarkan pantauan CK, Peserta sangat antusias mendengarkan paparan dari masing-masing Nara Sumber, apalagi sewaktu masuknya paparan materi Undang-Undang Perkawinan yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat. Mudah-mudahan Penyuluhan hukum seperti ini berlanjut dimasa-masa yang akan datang ujar salah seorang peserta yang tak mau disebutkan namanya. (ack)

Canang Kuansing

Teluk Kuantan - Kab. Kuantan Singingi